Pernahkah kita sesekali memperhatikan bagaimana pola makan dan menu  makan para Yatim dan Dhu’afa di sekitar kita atau di Panti-Panti atau  Pesantren yang menampung para Yatim dan Dhu’afa ? atau sesekali  menanyakan isi kantongnya ?
Mengapa anak-anak itu begitu  cerianya dengan hidup yang serba terbatas itu? Asal hari itu ketemu  sesuap dua suap nasi dengan lauk apa adanya mereka sudah sangat  bersyukur dan bergembira.
Tapi sebagian orang yang  memiliki kekayaan yang melimpah malah selalu gelisah karena Selalu  memikirkan kekayaannya itu, bagaimana mengamankannya, bagaimana  mengembangkannya, bagaimana nanti mewariskannya dan segudang pemikiran  terkuras untuk kekayaan-kekayaannya itu.
Padahal Allah SWT  menunggu Pinjaman dan Ivestasi kita dengan janji yang pasti akan  mengembalikannya dengan kembalian yang berlipat-lipat.
“Siapakah  yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman  yang baik  (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan  melipat gandakan  pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.  Dan Allah  menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu   dikembalikan.”. (QS. Al-Baqarah: 245)
---------------
Dikisahkan,  ada seorang tukang sepatu. Meskipun kehidupannya sangat sederhana,  tetapi dia tampak hidup santai dan bahagia. Ia mempunyai hobi menyanyi.  Mulai dari pagi saat mandi, siang hari waktu bekerja, maupun malam hari,  tak henti-hentinya dia menyanyi dengan riang dan gembira. Sementara, di  sebelah rumahnya, tinggal seorang tuan tanah yang kaya raya. Meskipun  dia memiliki banyak harta, tetapi hidupnya tidak bahagia, dia selalu  merasa ketakutan orang mencuri hartanya. Karena ketakutannya itu, ketika  malam tiba, dia sering tidak tertidur lelap.
Tiap pagi,  dia mendengar suara menyanyi si tukang sepatu. Dia pun menjadi iri dan  sedikit jengkel. “mengapa tukang sepatu bisa sebahagia itu, sedangkan  aku mau tidur pun sulit. Alangkah baiknya kalau tidur bisa seperti  makanan dan minuman, bisa di beli dengan uang, maka aku akan membayar  berapapun untuk dapat tidur dengan nyenyak.”
Pada suatu  hari, tuan tanah mengundang si tujang sepatu ke rumahnya, “ sobat,  sebagai tukang sepatu, berapa pendapatanmu dalam sebulan?”
Tukang  sepatu tersenyum menjawab, “ sebulan? Pendapatanku setiap hari saja  tidak menentu, kadang ada kadang tidak. Setiap hari asal bisa makan  sesuap nasi, aku sudah senang dan bersyukur.”
Penasaran si tuan tanah lanjut bertanya, “kalau begitu, bagaimana kamu bisa sebahagia itu?”
“asalkan  setiap hari aku bisa makan, aku sudah puas. Aku tidak banyak berpikir,  maka aku tidak perlu merasa susah,” jawab tukang sepatu.
Mendengar  penuturan apa adanya dari tukang sepatu, si tuan tanah merasa  tersentuh. Ia merasa mendapat pencerahan. Karena itu, ia pun menghadiahi  si tukang sepatu dengan uang emas. “aku merasa mendapat sesuatu dengan  apa yang menjadi pandangan hidupmu. Sebagai wujud rasa terima kasihku,  ini aku hadiahi satu tael emas, simpanlah baik-baik, mungkin kelak  engkau memerlukannya.” Kata tuan tanah seraya memberikan tael emas  kepada si tukang sepatu.
Seumur hidup, belum pernah si  tukang sepatu melihat uang sebanyak itu. Bahkan meskipun bekerja keras  sampai mati pun, ia takkan bisa menabung uang sebanyak itu. Maka dia pun  sangat berterima kasih, dan dengan gembira pulang ke rumahnya,
Sampai  di rumah, ia menyimpan uang itu di tempat yang teraman menurut dirinya.  Sejak saat itu, keceriaanya mendadak lenyap. Dia tidak pernah menyanyi  lagi, selalu merasa ketakutan bila orang akan mencuri uangnya. Dia juga  selalu mencurigai orang yang mendekatinya dan berpikir, jangan-janagn  orang itu mau mengambil hartanya. Maka dia pun tidak lagi bisa tidur  dengan nyenyak.
Setelah beberapa lama, tekanan batinnya  mulai menjadi-jadi. Keceriaanya yang dulu, hilang sama sekali. Akhirnya,  karena tidak tahan lagi, dia berlari ke rumah si tuan tanah. “sobat,  tolong kembalikan nyanyian dan kebahagiaanku. Ambillah kembali uangmu.”
Setelah  mengembalikan uang tael emas itu, si tukang sepatu pun bisa terlepas  dari semua beban. Maka, ia pun bisa menyanyi lagi dengan riang gembira  dan tidur lelap di malam hari.
Sahabat......, kehidupan  para Yatim dan Dhu'afa baik yang masih dalam naungan keluarga ataupun  yang hidup di Panti-Panti Sosail, Pesantren dan Rumah Yatim tidaklah  sama dengan kehidupan para keluarga normal  yang hidup berkecukupan,  Bagi Keluarga Yatim dan Dhu'afa yang penting bagi mereka hari ini ada  beras yang bisa dimasak, mereka bisa dan terbiasa makan dengan kerupuk  saja atau lauk ikan asin saja, atau dengan sambal dan sayur saja adalah  cukup bagi mereka.
Dalam salah satu hadis Qudsi,  Allah SWT berfirman, “Wahai manusia! Kekayann-Ku tidak akan pernah habis  selamanya. Semakin banyak engkau berinfaq, sebanyak itu pula aku akan  memberi rizki padamu. Seberapa pula tingkat kekirinmu sekadar itu pula  Aku menahan rizkimu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar