" Sedikit Cukup, Banyakpun Takkan Tersisa "  kalimat tersebut adalah  statmen dalam kehidupan para Yatim dan Dhu’afa dalam hal masalah  makanan. Jika persediaan Logitik mulai menipis tak ada istilah tidak  cukup seberapapun keberadaan makanan dan sebanyak apapun orang yang akan  makan, karena ternyata memang bukan banyaknya makanan yang membuat kita  kenyang dan sehat tetapi KEBERKAHAN dan KEBERSAMAAN itulah yang membuat  hidup menjadi serba cukup.
Namun jika persediaan logistik  melimpah itu tidak akan membuat makanan tersebut tersisa dan mubadzir,  karena masih ada banyak orang yang susah menemukan sesuap nasi, maka itu  kita harus BERBAGI karena DENGAN BERBAGI TAK AKAN ADA SEBUTIR  MAKANANPUN YANG TERSISA DAN MUBADZIR DAN TAKKAN ADA SEPERSENPUN HARTA  KITA YANG TAK ABADI.
-----------------
Di sebuah rumah sakit bersalin,  seorang ibu baru saja melahirkan jabang bayinya. “bisa saya melihat bayi  saya?” pinta ibu yang baru melahirkan itu penuh rona kebahagiaan di  wajahnya. Namun, ketika gendongan berpindah tangan dan ia membuka  selimut yang membungkus wajah bayi lelaki mungil itu, si ibu terlihat  menahan napasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke  arah luar jendela rumah sakit. Tak tega melihat perubahan wajah si ibu.  Bayi yang di gendongnya ternyata di lahirkan tanpa kedua belah telinga!  Meski terlihat sedikit kaget, si ibu tetap menimang bayinya dengan penuh  kasih sayang.
 Waktu membuktikan, bahwa pendengaran bayi  yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan semprna.  Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari, anak  lelaki itu bergegas pulang dan membenamkan wajahnya di pelukan si ibu  sambil menangis. Ibu itu pun ikut berurai air mata. Ia tahu hidup anak  lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedy. Sambil terisak, anak itu  bercerita,” seorang anak laki-laki besar mengejekku. katanya, aku ini  mahkluk aneh.”
Begitulah, meski tumbuh dengan kekurangan  anak lelaki itu kini telah dewasa. Dengan kasih sayang dan dorongan  semangat orang tuanya, meski punya kekurangan, ia tumbuh sebagai pemuda  tampan yang cerdas. Rupanya, ia pun pandai bergaul sehingga di sukai  teman-teman sekolahnya. Ia pun mengenbangkan bakat di bidang bahasa dan  menulis. Akhirnya, ia tumbuh menjadi remaja pria yang di segani karena  kepandaiannya berkomunikasi
Suatu hari, ayah anak lelaki  tiu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga. “saya  yakin saya bisa memindahkan sepasang telinga untuk putra bapak. Tetapi  harus ada seorang yang bersedia mendonorkan telinganya,” kata dokter.  Maka, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan  telinga dan mendonorkannya kepada anak mereka.
Beberapa  bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelaki  itu, “nak, seorang yang tak ingin di kenal telah bersedia mendonorkan  telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk di  lakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia,” kata si ayah.
Operasi  berjalan dengan sukses. Ia pun seperti terlahir kembali. Wajahnya yang  tampan, di tambah kini sudah punya daun telinga, membuat ia semakin  terlihat menawan. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi  kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya.
Beberapa  waktu kemudian, ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia  lantas menemui ayahnya, “yah, aku harus mengetahui siapa yang telah  bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang  besar, namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya.”
Ayahnya  menjawab, “ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang  telah memberikan telinga itu.” Setelah terdiam sesaat ayahnya  melanjutkan, “sesuai dengan perjanjiannya, belum saatnya bagimu, untuk  mengetahui semua rahasia ini.”
 Tahun berganti tahun.  Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari,  tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga tersebut. Pada hari itu,  ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru  saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, si ayah membelai rambut  jenazah ibu yang terbujur kaku. Sang ayah lantas menyibaknya sehingga  sesuatu yang mengejutkan si anak lelaki terjadi. Ternyata, si ibu tidak  memiliki daun telinga.
“ibumu pernah berkata bahwa ia  senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,” bisik si ayah. “dan tak  seorangpun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantiknnya  bukan? “
Melihat kenyataan bahwa daun telinga ibunya yang  di berikan kepada si anak, meledaklah tangisnya. Dia merasakan bahwa  cinta sejati ibunya yang telah membuat ia bisa seperti saat ini.
Bersama  kita lahirkan Generasi Unggul dan Prestatif bersama Rumah Yatim  Indonesia, jangan pernah memandang kecil yang tersisa, karena dari yang  terisisa di tangan kita akan ada banyak Generasi Prestatif yang mampu  kita lahirkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar