Kamis, 13 Januari 2011

BIODEGRADABLE FILM

Biodegradable film adalah bahan jenis plastik yang bisa terurai oleh mikroorganisme menjadi polimer rantai-rantai pendek yang dipotong mikroorganisme. Kalau bahan plastik konvensional tidak bisa diurai. Sehingga biodegradable film adalah bahan pengemas yang ramah terhadap lingkungan. Bahan ini bisa diambil dari pati jagung atau ketela pohon, kayu, atau cangkang udang. Praktikum kali ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat biodegradable film dari berbagai jenis polimer dimana jenis polimer yang digunakan adalah tepung komposit (tepung agar), tepung tapioka (pati ketela pohon) dan tepung maizena (pati jagung). Dan sebagai film standar hanya menggunakan tepung komposit (tepung agar) tanpa penambahan tepung tapioka maupun tepung maizena. Selain bahan tersebut ditambahkan juga KCl yang berfungsi sebagai pelarut bagi biopolimer hidrofobik yang digunakan yaitu tepung komposit (tepung agar) dan gliserol yang berfungsi sebagai plasticizer (penguat). Gliserol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intramolekul.
Pada pembuatan biodegradable film ini dilakukan dengan cara melarutkan tepung komposit dan KCl dalam campuran aquadest dan gliserol. Apabila menggunakan tambahan tepung tapioka atau tepung maizena maka tepung tersebut ikut dilarutkan bersama tepung komposit dan KCl. Kemudian campuran ini dipanaskan sampai mendidih sekitar 100°C untuk melarutkan semua komponen. Setelah itu larutan film dituang di atas plat film kaca (petridish) ketika masih hangat untuk memperoleh film dan dibiarkan mengering pada suhu 60°C selama 10 jam. Setelah didiamkan selama 10 jam film dikelupas dari plat film (petridish). Kemudian dilakukan pengamatan terhadap warna yang terbentuk dan pengukuran diameter film yang dihasilkan.
Dari hasil pengamatan dan pengukuran dapat diketahui bahwa untuk film yang menggunakan tepung komposit tanpa penambahan tepung tapioka ataupun tepung maizena, pada ulangan 1 memiliki warna putih bening dengan diameter 9,51 cm sedangkan pada ulangan 2 memilki warna yang sama yaitu putih bening dengan diameter 9,55 cm. Untuk film dengan penambahan tepung tapioka, pada ulangan 1 memilki warna putih bening dengan diameter 9,5 cm sedangkan pada ulangan 2 memilki warna yang sedikit berbeda yaitu putih kecoklatan dengan diameter yang sama yaitu 9,5 cm. Sedangkan untuk film dengan penambahan tepung maizena, pada ulangan 1 memiliki warna putih keruh dengan diameter 9,5 cm sedangkan pada ulangan 2 memiliki warna coklat bening dengan diameter yang sama yaitu 9,5 cm.
Film-film yang telah dihasilkan memiliki intensitas warna yang berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi karena plat film kaca (petridish) yang digunakan dalam kondisi yang kurang bersih sehingga kotoran-kotoran yang tertinggal didalamnya mengkontaminasi larutan film sehingga menyebabkan warna film menjadi keruh. Lama waktu pengovenan yang dilakukan untuk mengeringkan larutan film dapat mempengaruhi warna film yang dihasilkan. Apabila waktu pengovenan terlalu lama maka akan menyebabkan warna film yang terbentuk menjadi kecoklatan. Selain itu apabila sifat dari kedua tepung yang digunakan tersebut berbeda, maka dapat mempengaruhi pula warna film yang dihasilkan. Sedangkan diameter film yang dihasilkan memilki hasil yang cenderung sama yaitu sekitar 9,5 cm. Hal ini disebabkan karena plat film kaca (petridish) yang digunakan untuk mencetak film memiliki diameter yang sama yaitu 10 cm.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar